Di perusahaan ini aku tergabung ke dalam Business Plan
Departemen atau disingkat BPD. BPD ditempatku ini masuk di dalam Operational
Upstream Business yang juga membawahi offshore operation dan onshore
operation. Dan bisa ditebak, BPD ini semacam departemen service yang
mengurusi masalah manajemen termasuk didalamnya perencanaan (plan), keuangan
(expenditure & cost control), teknikal servis, dokumen , prosedur termasuk
juga quality assurance masuk didalamnya.
Yah, aku disini bukan masuk kedalam suatu project, tetapi
lebih kepada operation. Ini betul-batul baru bagiku karena selama ini – dari
awal karirku di dunia perminyakan dan konstruksi – aku selalu masuk kedalam
suatu manajemen proyek, dimana biasanya tim sudah terbagi dan memiliki satu
fokus. Sedangkan disini aku terlibat didalam ‘project’ yang established, alias
sudah berjalan (mapan).
Kegiatan di dalam operation juga dinamakan project, tetapi
projectnya bukan seperti project EPC dalam skala besar, ada sih project yang
juga dalam skala besar, tetapi biasanya jika ada project demikian akan dibentuk
tim sendiri yang dinamakan PMT (Project Management Team). Sedangkan disini aku
lebih melayani kepada project maintenance facilities seperti piping expansion,
gas turbine development, waste water treatment facilities, repairing (valve,
machining, cabling..) dsb. Proyeknya banyak, karena selama produksi gas berjalan dan
selama operation memiliki ide untuk pengembangan dan perbaikan, project yang berhubungan
dengan facilities pasti terus dibutuhkan.
Proyek-proyek maintenance facilities dikategorikan
sebagai brownfield project. Dimana project dengan kategori ini memiliki
karateristik yang unik. Utamanya, brownfield project adalah project yang
dikerjakan di area yang established, yaitu area operation dimana produksi gas
terus berjalan sepanjang waktu. Hal yang terjadi adalah project ini tidak bisa
leluasa dikerjakan.
Didunia migas ada yang dinamakan SIMOPS atau kependekan dari
Simultaneous Operations. SIMOPS adalah kondisi dimana terdapat pertemuan
dua aktifitas dari operation dan dari project yang menyebabkan terjadinya interfacing,
clashing, dan juga timbulnya risk.
Untuk itu SIMOPS harus dimeetingkan antara pihak operation, HSE,
engineering dan business plan. Karena untuk brownfield prosedur SIMOPS yang akan digunakan
harus clear pada saat meeting agar tidak terjadi masalah pada saat project
dikerjakan, termasuk detail terhadap risk hazard identification.
Contoh simplenya: Welding pipe di area pipeline existing.
Jika pada schedule yang di isu oleh business plan ternyata welding pipe
dilakukan bersamaan dengan rencana operation menaikkan tekanan gas, otomatis
schedule pekerjaan welding harus mundur, jika tetap dikerjakan maka akan sangat
mengganggu dan tentunya amat sangat berbahaya (risk hazard).
Namun kebalikanya dengan item-item besar seperti gas
turbine. Jika item tersebut yang datang, biasanya sih operation yang akan
mengalah. Karena item sebesar itu selain karena bobot dan ukurannya makan
tempat, item tersebut pasti memiliki cost yang besar, baik cost pembelian
maupun cost pengerjaan.
Project seperti maintenance facilities biasanya masuk
kedalam golongan proyek yang menggunakan budget dari operational expenditure
(opex), karena ini tergantung kebutuhan dari operation. Dalam pembuatan
schedulenya ini tidak sembarangan karena harus di integrasikan dengan planning
dari operation dan salah satu tugasku adalah membuat integration plan diantara
keduanya.
Tantangannya pada
saat membuat integration plan ialah kita akan selalu di challenge oleh
lapangan/site dimana schedule harus betul-betul presisi. Tentu saja seperti
yang aku sebutkan di atas, bahwa SIMOPS harus betul-betul clear
di awal. Jika meleset kurang atau
terdapat banyak float didalam schedule maka bisa berakibat ruginya pengolahan
gas, karena setiap akan dilakukan commissioning maka pihak operation akan melakukan shut-down,
artinya proses pengolahan gas berhenti (proses di offshore tetap berjalan),
inilah tantangan utamanya.
Ketika planning sudah jadi, langkah selanjutnya adalah
mengkomunikasikan planning tersebut kepada calon vendor / manufaktur /
kontraktor pada saat bidding. Para calon vendor / kontraktor tersebut harus menerjemahkan planning yang
aku buat di awal menjadi detail plan. Detail plan mereka harus mencakup detail schedule, jumlah
manpower, target produksi, material deliverable dan S-curve. Disini posisiku
adalah melakukan review kepada calon vendor dari sisi planning.
Hal lainnya yang menantang adalah ketika eksekusi
proyek. Salah satunya yang terpenting
adalah melakukan tracking dan pengontrolan terhadap material. Material akan menjadi titik kritis disini,
sehingga job desk ku pada saat eksekusi adalah melakukan material tracking,
dari mulai memastikan PR (Purchase Request) dari buyer, dilanjutkan technical qualification
oleh Engineering hingga PO atau kontrak di rilis oleh contract engineer. Setelah itu lanjut ke proses manufaktur oleh Vendor, ready
to delivery hingga on site. Sehingga pengontrolan pada fase ini harus menjadi special concern.
Disini aku tidak diberi tugas untuk pengontrolan konstruksi
dan instalasi, karena konstruksi dilakukan di site sehingga pengontrolan
dilakukan juga disite oleh satu orang site planning engineer. Jadi, tugasku
adalah semenjak inisiasi, klarifikasi hingga material on site. Cukup fokus menurutku.
Sekilas tentang departemenku, BPD terbagi menjadi
lima bagian. Pertama adalah business plan and budget, ini di handle oleh Malaysian termasuk yang mengalokasikan budget apakah OPEX atau CAPEX. Kedua
adalah progress reporting yang di handle oleh Mr. Egyptian. Kedua orang ini
memiliki title sebagai Senior Facility Engineer.
Ketiga adalah Cost Control. Posisi ini khusus
mengatur biaya untuk project yang sedang berjalan dan dihandle oleh si orang Filipina,
kemudian ada si american girl yang pegang kendali pada procedur, si latino yang
pegang technical service dan dua document control , yang satu wanita
India dan satu lagi wanita asli Qatar alias Qatari girl. Sebetulnya ada satu
lagi wanita Qatar dengan title Senior Facility Engineer tapi sedang cuti
hamil.
Pekerjaan paling banyak? Tentu saja si Malaysian, kami orang
melayu disini terkenal rajin, pekerja keras, kerjanya termasuk cepat, jarang
mengeluh, murah senyum dan nrimo sehingga banyak disukai oleh bangsa
lain, jeleknya yaa.. mudah dimanfaatkan he he. Semoga saja aku tidak memalukan
bangsaku sendiri..
Kami semua dipimpin oleh seorang manager yang bertitle Upstream
Business Plan yang juga melakukan interview padaku. Yang menarik adalah dia
berkebangsaan Palestina, bangsa yang amat sangat jarang di Qatar ini. Dan lebih
menariknya lagi si bos ini ternyata sudah
memegang sertifikat yang sedang aku incar dan belum dapat-dapat hingga
sekarang, yaitu PMP atau Project Management Professional. Orang yang sudah
memiliki PMP certified, meskipun belum dijamin kerjanya bagus, tapi minimal
sudah punya nilai jual yang mumpuni.
PMP certificate masuk kedalam target ku jangka panjang.
Inshaallah mudah-mudahan aku bisa mendapatkankannya.
Semangat!
0 Comments:
Post a Comment